i live my live

Kamis, 10 Mei 2012

waktu yang bernyawa


Di bagian langit lain, seorang bocah laki-laki berusaha mempertahankan nyawanya dalam hati penuh kebimbangan. Angin utara bertiup menghampirinya sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh pencipta-Nya, gemerisik rumpun bambu dan suara kicauan burung menemani serta mengejeknya, seolah dia tak mau tau tentang apa yang diisyaratkan oleh keadaan yang mengisi kelengangan langit di kota itu. Si bocah duduk bersimpu, sambil berdendang, “ apa ini kehidupan ? “, lebih indah dari yang di bayangkan dan lebih sulit dari yang di rasakan.
Kesadaran semakin akrab dengan kehampaan dan kesepian. cinta selalu datang tapi tak pernah singgah. Lebih parahnya dia tak pernah bisa atau mungkin memang tak tau, apa itu bahagia dan kesedihan. Dia hanya tau semuanya hanya milik Sang waktu yang menuntutnya harus berada dalam kepatuhan dan menjalankan semua yang telah ditetapkan untuknya. Ingin rasanya menyerah kepada Sang waktu yang membuatnya tunduk, walau hati kecilnya berkata, “ aku mampu, bahkan aku yang akan mengatur Sang waktu biar dia tidak semena-mena lagi padaku !”
Hasrat tidaklah aneh, hanya ingin hidup dengan rasa senang dan tenag demi tujuan yang nyata. Akan tetapi, sesuatu yang indah masih harus dipertanyakan keindahannya. Apakah mampu keindahan itu berdiri sendiri tanpa ada yang tersakiti oleh yang menikmatinya? atau kebahagiaan itu adalah derita untuk orang lain? Dan kita hanya tertipu oleh kebahagiaan yang semu. Lalu kemudian lupa akan semua keagungan yang tlah membuat kita bahagia.
            Malam datang dan Sang bintang menunjukan keceriaannya di samping senyum rembulan yang indah bak senyum Sang panglima perang yang mengabarkan kemenangan atas perangnya. Meski membunuh adalah pilihan kebahagiaannya. Namun itulah perintah kehidupan yang harus ia laksanakan dengan patuh. Udara tak mau kalah untuk memberi suasana baru di malam itu. Hatinya selalu mengeluh tapi jiwanya selalu menuntut kebahagiaan atas hatinya. Dia menatap langit yang tenang dan memejamkan matanya di bawah gemerlap Sang penghias malam. Tak terasa matanya meneteskan air mata kejujuran, dia seakan melihat semua mimpi terlewati begitu saja. Mimpi itu adalah bagian dari skema perjalanan hidupnya yang dia inginkan selama hidup di dunia yang penuh dengan pesaing mimpi-mimpi.
            Penyesalan tidak seharusnya ada karna itu adalah bagian dari pilihan hidup,  namun terkadang pilihan hidup tak ada yang menarik. Semuanya datang disaat kita sedang menjalankan pilihan hidup yang belum terselesaikan tepat waktu, bahkan waktu yang tak mampu lagi membatasi pilihan hidup ini. Perlahan Si bocah membuka matanya dan mengusap bekas jalur air mata, di pipinya yang basah. Matanya merah mengalahkan warna asli yang diberikan Sang pencipta. Suhu tubuhnya mulai menurun, perlahan dia duduk dan bersandar pada sebatang pohon mangga yang daunnya mulai basah. Tak ada suara manusia yang mengajaknya pergi dari tempat itu, yang ada hanyalah suara jangkrik dan belalang malam lain yang sedang bejalan-jalan menyusuri lubang-lubang sebagai akibat oleh musim kemarau yang menjadikan tanah yang semula saling berikatan menjadi terputus karena ganasnya musim itu.
            Lelah dan letih seraya lesu tak lagi dia hiraukan, karna inilah malamnya sang waktu yang takkan pernah ia jumpai ketika matahari mulai mempertunjukan sinarnya yang menandakan dimulainya aktifitas tanpa bintang yang menghiasi langit dengan keceriaannya. Hirupan udara malam, yang bersaing dengan mahluk hidup disekitarnya untuk merebutkan satu senyawa yang disebut oksigen, harus ia lakukan sebagai cirri-ciri manusia pada umumnya. Dunia penuh dengan hiasan, semuanya memiliki keunikan tersendiri tapi saling bekaitan. Karena, tak ada yang mampu bertahan sendiri untuk menjalani kehidupan ini. Dia menikmati malam itu dengan caranya yang tak pernah ia temukan sebelumnya, dengan sepi sebagai teman sejatinya.
Meski ia tertatih-tatih menjalankan kehidupan ini, namun tak ada alasan untuknya menyerah sebelum hidup di keabadian. Secara perlahan dan seiring berjalannya waktu, matanya mulai terpejam dan ia rebahkan tubuhnya di atas rumput yang basah dan beratapkan langit gelap serta cahaya bintang. Tidurnya bak tidur seorang raja, yang lelap dan tersenyum manis tanpa beban. Karena negerinya telah damai, makmur dan rakyatnya sejahtera. Mungkin dia mulai menemukan kebebasan di dalam mimpinya, yang tak ia temukan di kehidupan nyata.
Namun ternyata dia tak lama bermimpi karena pertengahan malam memanggilnya untuk mengingat dan mendekatkan diri kepada Sang pencipta. Dinginya malam ia tantang dengan mengambil air yang akan dia gunakan untuk mensucikan diri agar ia layak untuk menghadap tuhannya. Segera ia bergegas masuk kedalam gubuk tempat dia tinggal dan dibesarkan. terhentang sajadah panjang dan diatasnya dia berdiri tegak, “Allohu akbar”, serunya. Sebagai awal dan bacaan salam yang menandakan akhir dari ibadahnya. Lalu ia mengangkat kedua tangannya seraya berdoa kepada Yang Maha Adil, Suci, Penyayang, Pemaaf, Pemberi Rizki, dan Pemberi Kesehatan. Dan suasana hening seperti mengamini setiap do’anya. Tak lama kemudian suara adzan berkumandang dan saling bersahutan antara masjid satu dengan lainnya. Ya, itu bertanda Shubuh telah tiba, dan ia pun bersegera menunaikan kewajibannya.
Hoammmm…. Ia menguap setelah semalaman ia mengalami insomnia, yaitu sejenis penyakit susah tidur pada malam hari. Sang mentari mulai terbit dan kicauan burung pernjak yang sibuk mencari makan di pagi hari mulai berterbangan. Si bocah pun harus menjalani kehidupanya lagi dengan harapan baru yang indah. Pagi itu begitu indah, namun  keindahan itu tak lengkap jika ia tidak mendengarkan lagu-lagu dari grup band kesukaannya yaitu Peterpan. Salah satu grup musik fenomenal yang terdapat di negerinya. Dia mengetahui lirik lagu dan akor setiap lagu yang ia dengarkan. Telinganya bak telinga seorang komponis lagu ternama yang peka terhadap nada-nada dalam setiap lantunan nyanyiannya. Lagu kesukaannya ialah “Mimpi yang Sempurna, Walau Habis Terang dan Dunia yang Terlupa” lagu itu bagaikan lagu kebangsaan yang ia nyanyikan sebagai wujud kemerdekaannya.  Perutnya mulai bergejolak, mengisyaratkan betapa ia harus benar-benar mencari makan demi ketenangan tubuhnya. Dia berharap semoga tuhan telah menurunkan rizki-Nya di bumi ini dan tak menyimpannya di langit sana.
Dari tempatnya ia mulai beranjak pergi dan sampailah dia di meja makan dan di sana telah tersaji satu gelas teh hangat dan makanan yang sengaja oleh ibunya disajikan untuknya dan ayahnya. Ia tidak pergi bersekolah, sebenarnya belum selesai sekolahnya, tapi karena ujian nasional sudah berlalu dan kegiatan di sekolah sudah selesai jadi dia tidak berangkat menuntut ilmu di bangku SMA. Dia tinggal menunggu hasil ujian nasional yang masih satu bulan lagi.
Sebenarnya ia selalu ingin pergi kesekolah, karena di sana banyak teman yang selalu buatnya bahagia, meski terkadang ada yang membuatnya ill feel, tapi itulah teman, selalu memberikan suasana baru. Hmmm…. Di balik pertemanan itu ia temukan sosok perempuan yang selalu membuat jantung hatinya berdebar-debar. Tapi keangkuhan, rasa malu dan ketakutannya untuk mengungkapkan isi hatinya dan menerima kenyataan yang ada  membuatnya harus menahan rasa itu. “ mungkin orang yang mencintaimu dan menyayangimu dengan tulus adalah orang yang ada disekitarmu, sebenarnya dia ingin lebih dari sekedar teman, namun dia takut untuk mengungkapkannya karena akan menjadi klimaks dalam sebuah hubungan yang selama ini dia bangun” itu mungkin sebaris kata yang mewakili perasaannya.
“Ah, betapa mulianya cinta itu dan begitu kecilnya aku”, katanya. Ia selalu terpesona melihat paras wajah Sang penakluk hatinya sebut saja dia Mrs.0. Ya, kata nol yang cocok untukya karena yang ku tau nol adalah angka unik karena semua jika berhadapan dengan angka itu akan kembali kepada bentuk aslinya.  Bukan wajah tepatnya  keunikan sifatnya yang selalu membuatnya tunduk dan tertegun memandangnya. Apa daya, hati tak sampai untuk memberikan rangsangan kepada mulut untuk mengatakan kata cinta untuknya. Hanya sebuah lagu yang liriknya mewakili semua isi hatinya.
 maafkan jika kau ku sayangi dan bila kumenanti,
 pernahkah engkau coba mengerti dan lihat ku disini…
 mungkinkah jika aku bermimpi, salahkah tuk menanti….
Takkan lelah aku menanti, takkan hilang cinta ku ini..
hingga saat kau tak kembali kan ku kenang di hati saja…
kau telah tinggalkan hati yang terdalam hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa …
Seiring berjalannya sang waktu ia harus melupakan Si 0, karena sudah ada yang memilikinya… bukannya melupakannya untuk selamanya namun dia harus bersikap lebih dewasa karena yang ia cintai telah ada yang menjaganya. Lebih baik mencintai yang tak bisa kau miliki daripada memiliki yang tak bisa kau cintai. Dan dia harus kembali kedunia kebebasan hatinya. Karena Sang pengatur waktu telah memutuskan untuknya menerima kenyataan itu. Tapi keyakinan adalah modal cintanya karena itu yang baru ia dapatkan dari perjalannan hidupnya. Mungki suatu saat jika tuhan berkehendak dia akan menjadi bagian dari tulang rusuknya yang tlah mengembara bersama perjalanan kehidupan.
Tinggalkan yang lupa menuju yang ingat. Ahh, hidup memang kadang memilukann tapi kadang mengesankan. Sesungguhnya kita hidup untuk belajar menjadi umat teladan dan kholifatul fil‘ardi, karena itulah desain Allah Swt. untuk kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar