waktu yang bernyawa
Di bagian langit lain, seorang
bocah laki-laki berusaha mempertahankan nyawanya dalam hati penuh kebimbangan.
Angin utara bertiup menghampirinya sesuai dengan pola yang telah ditetapkan
oleh pencipta-Nya, gemerisik rumpun bambu dan suara kicauan burung menemani
serta mengejeknya, seolah dia tak mau tau tentang apa yang diisyaratkan oleh
keadaan yang mengisi kelengangan langit di kota itu. Si bocah duduk bersimpu,
sambil berdendang, “ apa ini kehidupan ? “, lebih indah dari yang di bayangkan
dan lebih sulit dari yang di rasakan.
Kesadaran semakin akrab dengan
kehampaan dan kesepian. cinta selalu datang tapi tak pernah singgah. Lebih
parahnya dia tak pernah bisa atau mungkin memang tak tau, apa itu bahagia dan
kesedihan. Dia hanya tau semuanya hanya milik Sang waktu yang menuntutnya harus
berada dalam kepatuhan dan menjalankan semua yang telah ditetapkan untuknya.
Ingin rasanya menyerah kepada Sang waktu yang membuatnya tunduk, walau hati
kecilnya berkata, “ aku mampu, bahkan aku yang akan mengatur Sang waktu biar dia
tidak semena-mena lagi padaku !”
Hasrat tidaklah aneh, hanya ingin
hidup dengan rasa senang dan tenag demi tujuan yang nyata. Akan tetapi, sesuatu
yang indah masih harus dipertanyakan keindahannya. Apakah mampu keindahan itu
berdiri sendiri tanpa ada yang tersakiti oleh yang menikmatinya? atau
kebahagiaan itu adalah derita untuk orang lain? Dan kita hanya tertipu oleh
kebahagiaan yang semu. Lalu kemudian lupa akan semua keagungan yang tlah
membuat kita bahagia.
Malam
datang dan Sang bintang menunjukan keceriaannya di samping senyum rembulan yang
indah bak senyum Sang panglima perang yang mengabarkan kemenangan atas
perangnya. Meski membunuh adalah pilihan kebahagiaannya. Namun itulah perintah
kehidupan yang harus ia laksanakan dengan patuh. Udara tak mau kalah untuk
memberi suasana baru di malam itu. Hatinya selalu mengeluh tapi jiwanya selalu
menuntut kebahagiaan atas hatinya. Dia menatap langit yang tenang dan memejamkan
matanya di bawah gemerlap Sang penghias malam. Tak terasa matanya meneteskan
air mata kejujuran, dia seakan melihat semua mimpi terlewati begitu saja. Mimpi
itu adalah bagian dari skema perjalanan hidupnya yang dia inginkan selama hidup
di dunia yang penuh dengan pesaing mimpi-mimpi.
Penyesalan
tidak seharusnya ada karna itu adalah bagian dari pilihan hidup, namun terkadang pilihan hidup tak ada yang
menarik. Semuanya datang disaat kita sedang menjalankan pilihan hidup yang
belum terselesaikan tepat waktu, bahkan waktu yang tak mampu lagi membatasi
pilihan hidup ini. Perlahan Si bocah membuka matanya dan mengusap bekas jalur
air mata, di pipinya yang basah. Matanya merah mengalahkan warna asli yang
diberikan Sang pencipta. Suhu tubuhnya mulai menurun, perlahan dia duduk dan
bersandar pada sebatang pohon mangga yang daunnya mulai basah. Tak ada suara
manusia yang mengajaknya pergi dari tempat itu, yang ada hanyalah suara
jangkrik dan belalang malam lain yang sedang bejalan-jalan menyusuri
lubang-lubang sebagai akibat oleh musim kemarau yang menjadikan tanah yang
semula saling berikatan menjadi terputus karena ganasnya musim itu.
Lelah
dan letih seraya lesu tak lagi dia hiraukan, karna inilah malamnya sang waktu
yang takkan pernah ia jumpai ketika matahari mulai mempertunjukan sinarnya yang
menandakan dimulainya aktifitas tanpa bintang yang menghiasi langit dengan
keceriaannya. Hirupan udara malam, yang bersaing dengan mahluk hidup
disekitarnya untuk merebutkan satu senyawa yang disebut oksigen, harus ia
lakukan sebagai cirri-ciri manusia pada umumnya. Dunia penuh dengan hiasan,
semuanya memiliki keunikan tersendiri tapi saling bekaitan. Karena, tak ada
yang mampu bertahan sendiri untuk menjalani kehidupan ini. Dia menikmati malam
itu dengan caranya yang tak pernah ia temukan sebelumnya, dengan sepi sebagai
teman sejatinya.
Meski ia tertatih-tatih menjalankan
kehidupan ini, namun tak ada alasan untuknya menyerah sebelum hidup di
keabadian. Secara perlahan dan seiring berjalannya waktu, matanya mulai
terpejam dan ia rebahkan tubuhnya di atas rumput yang basah dan beratapkan
langit gelap serta cahaya bintang. Tidurnya bak tidur seorang raja, yang lelap
dan tersenyum manis tanpa beban. Karena negerinya telah damai, makmur dan
rakyatnya sejahtera. Mungkin dia mulai menemukan kebebasan di dalam mimpinya,
yang tak ia temukan di kehidupan nyata.
Namun ternyata dia tak lama
bermimpi karena pertengahan malam memanggilnya untuk mengingat dan mendekatkan
diri kepada Sang pencipta. Dinginya malam ia tantang dengan mengambil air yang
akan dia gunakan untuk mensucikan diri agar ia layak untuk menghadap tuhannya.
Segera ia bergegas masuk kedalam gubuk tempat dia tinggal dan dibesarkan.
terhentang sajadah panjang dan diatasnya dia berdiri tegak, “Allohu akbar”,
serunya. Sebagai awal dan bacaan salam yang menandakan akhir dari ibadahnya.
Lalu ia mengangkat kedua tangannya seraya berdoa kepada Yang Maha Adil, Suci,
Penyayang, Pemaaf, Pemberi Rizki, dan Pemberi Kesehatan. Dan suasana hening
seperti mengamini setiap do’anya. Tak lama kemudian suara adzan berkumandang
dan saling bersahutan antara masjid satu dengan lainnya. Ya, itu bertanda
Shubuh telah tiba, dan ia pun bersegera menunaikan kewajibannya.
Hoammmm…. Ia menguap setelah
semalaman ia mengalami insomnia,
yaitu sejenis penyakit susah tidur pada malam hari. Sang mentari mulai terbit
dan kicauan burung pernjak yang sibuk mencari makan di pagi hari mulai
berterbangan. Si bocah pun harus menjalani kehidupanya lagi dengan harapan baru
yang indah. Pagi itu begitu indah, namun
keindahan itu tak lengkap jika ia tidak mendengarkan lagu-lagu dari grup
band kesukaannya yaitu Peterpan. Salah
satu grup musik fenomenal yang terdapat di negerinya. Dia mengetahui lirik lagu
dan akor setiap lagu yang ia dengarkan. Telinganya bak telinga seorang komponis
lagu ternama yang peka terhadap nada-nada dalam setiap lantunan nyanyiannya.
Lagu kesukaannya ialah “Mimpi yang Sempurna,
Walau Habis Terang dan Dunia yang Terlupa” lagu itu bagaikan lagu
kebangsaan yang ia nyanyikan sebagai wujud kemerdekaannya. Perutnya mulai bergejolak, mengisyaratkan
betapa ia harus benar-benar mencari makan demi ketenangan tubuhnya. Dia
berharap semoga tuhan telah menurunkan rizki-Nya di bumi ini dan tak
menyimpannya di langit sana.
Dari tempatnya ia mulai beranjak
pergi dan sampailah dia di meja makan dan di sana telah tersaji satu gelas teh
hangat dan makanan yang sengaja oleh ibunya disajikan untuknya dan ayahnya. Ia
tidak pergi bersekolah, sebenarnya belum selesai sekolahnya, tapi karena ujian
nasional sudah berlalu dan kegiatan di sekolah sudah selesai jadi dia tidak
berangkat menuntut ilmu di bangku SMA. Dia tinggal menunggu hasil ujian
nasional yang masih satu bulan lagi.
Sebenarnya ia selalu ingin pergi
kesekolah, karena di sana banyak teman yang selalu buatnya bahagia, meski
terkadang ada yang membuatnya ill feel, tapi
itulah teman, selalu memberikan suasana baru. Hmmm…. Di balik pertemanan itu ia
temukan sosok perempuan yang selalu membuat jantung hatinya berdebar-debar.
Tapi keangkuhan, rasa malu dan ketakutannya untuk mengungkapkan isi hatinya dan
menerima kenyataan yang ada membuatnya
harus menahan rasa itu. “ mungkin orang yang mencintaimu dan menyayangimu
dengan tulus adalah orang yang ada disekitarmu, sebenarnya dia ingin lebih dari
sekedar teman, namun dia takut untuk mengungkapkannya karena akan menjadi
klimaks dalam sebuah hubungan yang selama ini dia bangun” itu mungkin sebaris
kata yang mewakili perasaannya.
“Ah, betapa mulianya cinta itu dan
begitu kecilnya aku”, katanya. Ia selalu terpesona melihat paras wajah Sang
penakluk hatinya sebut saja dia Mrs.0. Ya, kata nol yang cocok untukya karena
yang ku tau nol adalah angka unik karena semua jika berhadapan dengan angka itu
akan kembali kepada bentuk aslinya. Bukan wajah tepatnya keunikan sifatnya yang selalu membuatnya
tunduk dan tertegun memandangnya. Apa daya, hati tak sampai untuk memberikan
rangsangan kepada mulut untuk mengatakan kata cinta untuknya. Hanya sebuah lagu
yang liriknya mewakili semua isi hatinya.
maafkan jika kau ku sayangi dan bila
kumenanti,
pernahkah engkau coba mengerti dan lihat ku
disini…
mungkinkah jika aku bermimpi, salahkah tuk
menanti….
Takkan lelah aku menanti, takkan hilang
cinta ku ini..
hingga saat kau tak kembali kan ku
kenang di hati saja…
kau telah tinggalkan hati yang terdalam
hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa …
Seiring berjalannya sang waktu ia
harus melupakan Si 0, karena sudah ada yang memilikinya… bukannya melupakannya
untuk selamanya namun dia harus bersikap lebih dewasa karena yang ia cintai
telah ada yang menjaganya. Lebih baik mencintai yang tak bisa kau miliki
daripada memiliki yang tak bisa kau cintai. Dan dia harus kembali kedunia
kebebasan hatinya. Karena Sang pengatur waktu telah memutuskan untuknya
menerima kenyataan itu. Tapi keyakinan adalah modal cintanya karena itu yang
baru ia dapatkan dari perjalannan hidupnya. Mungki suatu saat jika tuhan berkehendak
dia akan menjadi bagian dari tulang rusuknya yang tlah mengembara bersama
perjalanan kehidupan.
Tinggalkan
yang lupa menuju yang ingat. Ahh, hidup memang kadang memilukann tapi kadang
mengesankan. Sesungguhnya kita hidup untuk belajar menjadi umat teladan dan
kholifatul fil‘ardi, karena itulah desain Allah Swt. untuk kita.